SUARAINDEPENDEN.ID|MEDAN - Limbah padat warna kuning mirip tanah milik PT Bumi Karyatama Raharja (Bukara) berserak menimbun lahan kosong di Dusun I Hamparan Perak Kabupaten Deliserdang.
Menumpuknya limbah padat hasil olahan Bontanite, Kapur Tohor dan Asam Sulfat di PT Bukara yang disebut manajamen penghasilkan Bleacing Eart penjernih minyak goreng itu dikhawatirkan akan mencemari wilayah yang dekat dengan laut yang dilalui oleh anak-anak Sungai dan daerah resapan air itu.
Menanggapi fenomena ini, pengurus Forum Komunikasi Suara Masyarakat (FKSM) Irwansyah meminta Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan DLHK Sumut serta Polisi segera bertindak dengan menerapkan pelanggaran UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mengatur secara detail klasifikasi limbah B3, termasuk daftar kode dan kategori,” jelas aktivis ini, Jumat (5/9/2025).
Dijelaskannya, dalam Lampiran I PP 101/2014, limbah dikelompokkan berdasarkan sumber dan karakteristik. Untuk gipsum (gypsum board/plasterboard), limbahnya masuk dalam kategori Limbah B3 Kategori 2 dengan Kode Limbah B414
“Gypsum termasuk dalam limbah anorganik non-logam (khususnya residu yang mengandung bahan kimia aditif, perekat, atau kontaminan lain). Artinya, limbah gipsum tidak boleh dibuang sembarangan, tapi wajib dikelola sesuai mekanisme limbah B3 kategori 2: bisa melalui penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan kembali (reuse/recycle), atau penimbunan di TPA khusus limbah B3,” jabarnya.
Irwansyah menyampaikan dampak hukum, jika Gypsum dibuang sembarangan, maka pelaku usaha bisa dijerat dalam pelanggaran Pasal 102 dan 104 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Dalam UU 32/2009 tentang PPLH disebutkan, Pasal 102 : Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 Miliar dan Pasal 104 : Setiap orang yang membuang limbah B3 ke media lingkungan hidup tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar,” jelasnya.
Dia meminta aparat penegak hukum dari Kepolisian dan dari Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera bertindak. Diingatkannya, jika polisi dan kementerian serta dinas terkait diam, bisa berdampak fatal bagi lingkungan serta bisa berdampak gesekan sosial.
TIM GAKKUM DLHK AKAN TURUN
Kepala Bidang Tata Lingkungan DLHK Sumut Asep Perry M. Athorized, SP pada Rabu (3/9/2025) lalu mengantensi informasi adanya pembuangan limbah sembarangan itu.
Asep mengaku akan menecek dokumen limbah PT Bukara. “Siap ****, saya cek laporan Lh mereka yaa.. Trims,” katanya via pesan Whats App nya.
Dijelaskanya, sebagai info yang dihimpunnnya dari DLHK Sumut, Tim Gakkum akan turun ke lokasi penimbunan limbah di Desa Hamparan Perak. “Siap *****, sebagai info awal, katanya tim gakkum sudah turun, namun akan sy pastikan kembali. Trims ketua,” pungkasnya.
Belum diperoleh keterangan dari Kapoldasu Irjen Whisnu H Februanto dan Plh Kapolres Pelabuhan Belawan AKBP Wahyudi Rahman. Kedua petinggi Polri ini tak merespon konfirmasi dilayangkan media ini sejak Kamis 28 Agustus 2025 lalu.
PT BUKARA BANTAH
Manajemen PT Bukara Andry, Rabu (3/9/2025) kepada media ini membantah pemberitaan media ini. Dia menyatakan limbah pabrik kimia penghasilkan produk Bleacing Eart penjernik minyak goreng bukan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Andry mengaku, limbah yang dihasilkan oleh Pabriknya adalah Gypsum dan sedang mengajukan Standar Nasional Indonesia (SNI). “Sesuai izin kita adalah BE (Bleacing Eart). Kalau limbah kita Gypsum, kalau Spent Bleacing Earth berwarna hitam dan berbau. Kami sedang mengurus SNI, jadi supaya berlabel. Sebagai bahan campuran,” katanya.
Andry tak membantah, bahwa limbah padat berwarna kuning sisa hasil usaha PT Bukara berbahan Bontonite, Kapur Tohor dan Asam Sulfat. “Asam Sulfat itu untuk bahan penolong dia pak,” katanya.
Dijelaskannya, Gypsum adalah limbah yang dihasilkan setelah beberapa kali penyaringan, melalui beberapa pencucian. “Gypsum itu hasil akhir,” katanya dengan tak bisa membantah adanya unsur kapur tohor dan Asam Sulfat dalam olahan perusahaan mereka.
Namun Andry mengakui, limbah mirip tanah kuning yang ditimbunkan di lahan kosong dengan lokasi pabrik mereka adalah limbah PT Bukara dengan menyewa lahan masyarakat tanpa merinci nama masyarakat pemilik tanahnya.
DAERAH RESAPAN AIR DAN DEKAT DENGAN LAUT
Jika dilihat dalam google maps, lokasi penimbunan limbah Gypsum dari PT Bukara ini dekat dengan laut dan daerah resapan air yang banyak ditemukan usaha tambak yang memerlukan air yang bersih bebas dari pencemaran.
Didaerah Dusun I Pauh Desa Hamparan Perak ini juga bayak dilalui beberapa parit dan anak sungai yang bermuara di Laut Belawan. Jika pencemaran terjadi maka dikhawatirkan banyak yang terdampak. (Red)