Medan (Humas), Suaraindependen.id - Wakil Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Afriansyah Noor menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam membangun ekosistem halal yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Fasilitasi Sertifikasi Halal yang digelar di Medan bersama jajaran pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan 33 Sekretaris Daerah pemerintah kabupaten/kota, Kamis (31/07/2025).
“Kami ingin membangun lebih dari sekadar sistem sertifikasi. Ini soal proteksi konsumen dan pemberdayaan pelaku usaha. Pemerintah pusat dan daerah harus berjalan beriringan, memfasilitasi, mendampingi, dan menguatkan UMK agar bisa naik kelas dan bersaing di pasar halal global,” tegas Afriansyah dalam sambutannya.
Ia juga menekankan bahwa kehalalan bukan sekadar label, melainkan jaminan kepastian bagi konsumen. “BPJPH tidak melarang produk non-halal. Tapi semua produk, halal maupun non-halal, wajib diberi keterangan yang jujur dan transparan. Ini bentuk kehadiran negara dalam menjaga hak konsumen,” lanjutnya.
Puncak forum ditandai dengan penandatanganan Pernyataan Komitmen Bersama antara BPJPH, Kanwil Kemenag Sumut, dan seluruh pemerintah daerah. Komitmen ini meliputi fasilitasi 88.384 sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) di tahun 2025.
Provinsi Sumatera Utara sendiri mengalokasikan kuota tertinggi, yakni 40.384 sertifikat, menegaskan peran strategisnya dalam mendorong gerakan sertifikasi halal secara massif dan terstruktur.
Dari tingkat kabupaten/kota, Kota Medan menjadi penyumbang kuota terbanyak dengan 9.768 sertifikat, disusul Kabupaten Asahan (6.666), dan Kabupaten Deli Serdang (4.850). Ketiganya merupakan simpul pertumbuhan UMK di wilayah Sumut, sekaligus daerah yang paling aktif dalam menyerap skema fasilitasi halal.
Daerah-daerah lain seperti Langkat (3.250), Labuhanbatu (2.532), Simalungun (1.282), Binjai (1.304), Padangsidimpuan (1.478), serta Padang Lawas Utara (1.028) juga mencatatkan target di atas seribu sertifikat, memperlihatkan semangat kolektif dalam membangun ekosistem halal lintas wilayah.
Tak kalah penting, komitmen juga datang dari daerah dengan populasi UMK yang lebih kecil seperti Nias Barat (2), Nias Selatan (19), Toba (51), dan Samosir (71). Meski jumlahnya terbatas, keikutsertaan mereka menunjukkan bahwa semangat halal telah menembus hingga ke daerah perbatasan dan kepulauan.
“Gerakan ini masif, tetapi tetap inklusif. Semua daerah ambil bagian. Ini bukan hanya target administratif, tapi bagian dari strategi besar menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia,” ungkap Afriansyah.
Dalam sambutan Gubernur Sumatera Utara yang dibacakan oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, Pembangunan, Aset, dan SDA, Mannawasalwa, ditegaskan bahwa pengembangan industri halal merupakan jalan transformasi ekonomi yang inklusif dan berorientasi keberlanjutan.
“Sumut memiliki lebih dari 870.000 pelaku UMK, yang 99,6 persennya merupakan usaha mikro dan kecil. Mereka menyumbang 46,51% terhadap PDRB provinsi. Artinya, fasilitasi halal bukan hanya tentang regulasi, tapi tentang membuka peluang ekonomi baru dan memperkuat basis UMK kita,” tegasnya.
Kepala Kanwil Kemenag Sumut, Ahmad Qosbi, juga menambahkan bahwa satgas halal di provinsi siap menjadi penghubung antara pelaku usaha dan BPJPH. “Kami sediakan gedung, ruang konsultasi, pendampingan, bahkan pengawasan langsung. Ini kerja ibadah. Uang kami mungkin terbatas, tapi dedikasi kami tidak,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara Ahmad Qosbi mengatakan, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara berperan penting dalam membangun ekosistem halal di Indonesia, terutama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Dukungan Kementerian Agama mencakup fasilitasi, pendampingan, sertifikasi halal, pengawasan, dan edukasi/sosialisasi masyarakat.
“Ekosistem halal yang kuat akan memberikan manfaat bagi pelaku usaha, konsumen, dan perekonomian nasional,” ungkapnya.
Kakanwil Kemenagsu menyampaikan, dalam menjalankan proses sertifikasi halal memiliki tantangan dalam membangun ekosistem halal meliputi memastikan kepatuhan pelaku usaha terhadap standar halal, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memperkuat pengawasan.
“Kementerian Agama memiliki harapan besar bahwa dukungan dan fasilitasi yang diberikan akan dapat membangun ekosistem halal yang kuat dan berkelanjutan, sehingga memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya.
Rangkaian kegiatan rakor ini juga diisi dengan business matching, pemaparan teknis jalur self declare dan reguler, serta diskusi dan konsultasi langsung antara pelaku usaha dan lembaga pendamping (LP3H dan LPH).(Red)