Makkah (Humas), Suaraindependen.id - Langit terbentang luas, biru bersih tanpa awan, seolah mencerminkan ketenangan yang damai. Sinar matahari memancar lembut dari atas, menyinari segala sesuatu dengan cahaya keemasan yang hangat namun tidak menyengat. Begitulah gambaran Makkah waktu itu seperti yang disampaikan oleh salah satu Jemaah Haji dari Pakpak Bharat, seorang ASN yang bertugas sebagai Kepala KUA Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat.
Seorang imam dan penceramah, Muhammad Zulpikar Harahap namanya yang biasa dipanggil Ustaz Zul menggantikan sang Ayah memenuhi panggilan ke Baitullah.
Sedikit kilas balik, lika-liku perjalanan Ustaz Zul ke Baitullah berawal dari hari yang cerah di tanggal 3 Januari 2013, tepat dihari ulang Tahun Kementerian Agama Republik Indonesia, Ayah dan Ibu tercinta mencatatkan nama sebagai Calon Jemaah Haji walaupun tak tahu kapan akan berangkat, tapi niat sudah digenggam erat, mudah-mudahan berangkat dengan cepat.
Namun takdir berkata lain, ayahanda beliau jatuh sakit, tepatnya di akhir Mei 2019.
“Ayah dirawat di rumah sakit Tebing Tinggi kemudian dirujuk Rumah Sakit Medistra Medan. Di rumah sakit Medistra disebut terkena penyakit Anemia Aplastik, kemudian di rujuk ke Rumah Sakit Haji”, kenang Ustadz Zul haru.
Mendengar kabar dari orangtua, Ustadz Zul yang sebelumnya sudah 8 bulan bertugas sebagai Imam di Masjid Ubudiyah Simpang Tangsi Brandan, Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat. Beliau pulang kampung ke Desa Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Kalipah, Kabupaten Serdang Bedagai, rumah kedua orangtua Ustadz Zul dan meninggalkan pekerjaannya di Langkat.
Ia menjaga Ayahanda yang sakit sampai 3 bulan, ayahanda pun meninggal dunia tepatnya dibulan Agustus 2019.
Buah dari keberkahan atas ikhlas dalam menjaga dan merawat orang tua selama sakit sampai meninggal dunia kini dirasakan oleh Ustaz Zul. Yang pertama, Ia berhasil lulus CPNS tahun 2020 dan bertugas sebagai Penghulu di Kementerian Agama Kabupaten Pakpak Bharat.
Kedua, mungkin karena keberkahan menjaga orang tua, diberi Allah SWT kesempatan untuk pergi haji menggantikan nomor porsi orang tua sesuai kesepakatan para ahli Waris yang menunjuk beliau sebagai pengganti ayahanda untuk berangkat ke Baitullah.
Tak sampai disitu, tahun 2025 ini, menjadi tahun yang seharusnya penuh harapan bagi Muhammad Zulpikar Harahap. Niat di dalam hatinya untuk menunaikan ibadah haji bersama sang ibunda telah lama tumbuh, terpatri kuat sebagai impian yang ingin Ia wujudkan sebagai bentuk bakti seorang anak.
Lagi-lagi takdir berkata lain, Sang Ibunda juga kini tengah dalam kondisi sakit. Fisiknya melemah dari hari ke hari, dan harapan untuk mendampingi sang anak ke Tanah Suci seolah menjadi angan yang masih tergantung di langit doa.
Ustaz Zul hanya bisa memandangi ibunya dengan penuh kasih dan harap, seraya dalam hatinya bergemuruh doa-doa yang tak pernah putus agar Allah memberikan kesembuhan, keberkahan, dan usia panjang.
"Kami anak-anakmu, masih ingin berlama-lama bersamamu, Mak,” bisiknya dalam hati.
Sementara itu, kenangan akan sang ayah pun hadir begitu kuat di pelupuk mata. Ayahanda tercinta telah lebih dulu berpulang ke hadirat Ilahi, mendahului perjalanan ke Baitullah yang dulu juga menjadi cita-cita bersama. Kini, yang bisa dilakukan Ustadz Zul hanyalah mendoakan dari kejauhan, dengan hati yang penuh rindu dan ketundukan.
"Ya Allah, ucapnya lirih dalam setiap sujud, "lapangkanlah kubur ayahandaku, ampuni segala dosa dan khilafnya, terimalah seluruh amal ibadahnya selama hidup di dunia. Tempatkanlah ia di sisi-Mu yang terbaik, di surga-Mu yang paling indah. Jadikanlah kuburnya laksana taman dari taman-taman surga-Mu, bukan lubang dari lubang-lubang neraka."
Air mata sering kali jatuh tanpa bisa ditahan, bukan karena lemahnya hati, tapi karena dalamnya cinta dan kerinduan yang belum sempat terwujudkan. Di antara ikhtiar, harap, dan takdir, Ustadz Zul terus menggantungkan segalanya kepada Allah, Dzat yang Maha Mengatur segalanya.
"Ya Allah, ucapnya dalam diam yang pilu, kabulkanlah doa dan pintaku ini”.(Red)